Rabu, 08 Agustus 2012

0 Kisah Suami Yang Sabar Terhadap Akhlak Buruk Istrinya

Ada seorang salih, ia mempunyai saudara (kawan) yang salih pula. Setiap tahun ia berkunjung kepadanya. Suatu hari ia mengunjunginya lagi, sampai ke rumah yang dituju pintunya masih tertutup. Ia ketuk pintu rumah itu. Dari dalam terdengar suara wanita: “SIAPA ITU?”
Orang yang salih menjawab: “AKU, SAUDARA SUAMIMU. AKU DATANG UNTUK MENGUNJUNGINYA, HANYA KARENA ALLAH SEMATA. ”
“DIA SEDANG KELUAR MENCARI KAYU BAKAR, BALAS ISTRI SAHABATNYA. MUDAH-MUDAHAN IA TIDAK KEMBALI. ”
Lanjutnya sambil terus bergumam memaki-maki suaminya. Ketika mereka sedang terlibat perbincangan, tiba-tiba orang yang salih itu datang sambil menuntun seekor harimau yang sedang membawa seikat kayu bakar. Begitu melihat saudaranya datang mengunjunginya, ia menghambur kepadanya seraya bersalam. Kayu bakar itu lalu diturunkan dari punggung harimau tersebut. Katanya  kemudian:
“SEKARANG  PERGILAH KAMU, MUDAH-MUDAHAN ALLAH MEMBERKAHIMU. ”
Orang yang salih itu (yakni yang empunya rumah) lalu mempersilakan saudaranya masuk. Sementara isterinya masih bergunam memaki-maki
dirinya. Namun sebegitu jauh ia hanya berdiam, tanpa menunjukkan reaksi kebencian. Setelah terlibat perbincangan beberapa saat lamanya, hidangan keluar disuguhkan. Dilanjutkan berbincang-bincang hingga beberapa saat. Setelah itu saudaranya berpamitan dengan menyimpan kekaguman yang sangat berkesan. Ia sangat kagum sebab saudaranya sanggup menekan kesabarannya menghadap isteri yang begitu cerewet dan berlidah panjang.
Tahun berikutnya ia berkunjung lagi. Sampai di depan pintu ia mencoba mengetuknya. Isterinya keluar dan menyapa: “TUAN SIAPA?”
“AKU ADALAH SAUDARA SUAMIMU, BALASNYA. KEDATANGANKU INI SEMATA UNTUK MENGUNJUNGINYA. ”
“OH, SELAMAT DATANG, TUAN, ” kata isteri saudaranya seraya mempersilahkan masuk penuh keramahan. Tidak begitu lama saudara salih yang ditunggunya tiba juga sambil memanggul seikat kayu bakar. Mereka segera terlibat perbincangan sambil menikmati hidangan yang disuguhkan. Setelah semuanya dirasa cukup, dan ketika ia hendak kembali, ia sempatkan bertanya tentang beberapa hal. Bagaimana dahulu ia dapat menundukkan seekor harimau dan mau diperintah membawakan kayu bakar. Sedang sekarang ini ia hanya datang sendirian sambil memanggul kayu bakar. “KENAPA BISA BEGITU?” tanya saudaranya.
Saudaranya menjawab: ”KETAHUILAH SAUDARAKU, ISTERIKU YANG DAHULU BERLIDAH PANJANG ITU SUDAH MENINGGAL, SEDAPAT MUNGKIN AKU BERUSAHA BERSABAR ATAS PERANGAI BURUKNYA. SEHINGGA ALLAH MEMBERI KEMUDAHAN DIRIKU UNTUK MENUNDUKKAN SEEKOR HARIMAU, SEBAGAIMANA PERNAH KAU LIHAT SENDIRI SAMBIL MEMBAWA KAYU BAKAR ITU. SEMUANYA TERJADI LANTARAN  KESABARANKU PADANYA. LALU AKU MENIKAH LAGI DENGAN PEREMPUAN YANG SHALIHAH INI. AKU SANGAT GEMBIRA MENDAPATKANNYA. MAKA HARIMAU ITUPUN DIJADIKAN JAUH DARIKU, KARENA ITU AKU MEMANGGUL SENDIRI KAYU BAKAR ITU, LANTARAN KEGEMBIRAANKU TERHADAP ISTERIKU YANG SHALIIHAH INI.”
(Kitab Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujain)

Sumber >  www.sarkub.com

0 Al-Qamah Dan Cinta Seorang Ibu


“Wahai sahabat Muhajirin dan Anshar, sesiapa mengutamakan istrinya daripada ibunya, dia akan dilaknat oleh Allah, dan semua ibadahnya tidak diterima Allah.”
Al-Qamah adalah sahabat Nabi SAW yang baik dan pemuda yang sangat rajin beribadah. Pada suatu hari, ia sakit keras. Istrinya menyuruh seseorang memberi kabar kepada Rasulallah SAW tentang keadaan suaminya yang sakit keras dan dalam keadaan sakratul maut. Lalu Rasulallah SAW menyuruh Ali, Bilal RA, dan dan beberapa sahabat lainya melihat keadaan Al-Qamah.
Begitu mereka sampai di rumah Al-Qamah, mereka melihat keadaanya sudah kritis. Maka kemudian mereka segera membantunya membaca kalimah syahadat, tetapi lidah Al-Qamah tidak mampu mengucapkannya.Bilal lalu menceritakan kepada Nabi segala hal yang terjadi atas diri Al-Qamah.
Lalu Rasulallah SAW bertanya kepada Bilal, “Apakah ayah Al-Qamah masih hidup?”
Bilal menjawab, “Tidak, ya Rasulallah, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan sangat tua usianya.”
Kemudian Rasulallah SAW berkata lagi, “Pergilah kamu, ya Bilal, menemui ibunya, sampaikan salamku, dan katakan kepadanya, kalau ia bisa datang menjumpaiku, datanglah. Kalau ia tidak bisa berjalan, katakan bahwa aku akan datang ke rumahnya menjumpainya.”
Ketika Bilal tiba di rumah ibu Al-Qamah, sang ibu mengatakan bahawa ia ingin menemui Rasulallah SAW. Lalu ia mengambil tongkat dan terus berjalan menuju rumah beliau.
Setibanya di rumah Rasulullah, ibu Al-Qamah memberi salam dan duduk di hadapan beliau.
Kemudian Rasulullah SAW membuka pembicaraan, “Ceritakan kepadaku yang sebenarnya ihwal anakmu, Al-Qamah. Jika kamu berdusta, niscaya akan turun wahyu kepadaku.”
Dengan rasa sedih ibunya bercerita, “Ya Rasulallah, sepanjang masa, aku melihat Al-Qamah adalah laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas, shalih, dan selalu melakukan perintah Allah dengan sempurna, sangat rajin beribadah. Shalat dan puasa tidak pernah ditinggalkannya, dan ia sangat suka bersedekah.
Ya Rasullah, aku membawa Al-Qamah sembilan bulan di perutku. Aku tidur, berdiri, makan, dan bernapas bersamanya. Ya Rasulallah, aku mengandungnya dalam kondisi lemah di atas lemah, tapi aku begitu gembira dan puas setiap aku rasakan perutku semakin hari semakin bertambah besar dan ia dalam keadaan sehat wal afiat dalam rahimku.
Kemudian tiba waktu melahirkanya. Ya Rasulallah, pada saat itu aku melihat kematian di mataku.
Hingga tibalah waktunya ia keluar ke dunia. Ia pun lahir. Aku mendengar ia menangis, maka hilang semua sakit dan penderitaanku bersama tangisannya.”
Ibu Al-Qamah mulai menangis, lalu ia melanjutkan ceritanya, “Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Selama itu aku setia menjadi pelayannya yang tidak pernah lalai, menjadi pendampingnya yang tidak pernah berhenti. Aku tidak pernah lelah mendoakannya agar ia mendapat kebaikan dan taufiq dari Allah.
Ya Rasulallah, aku selalu memperhatikannya hari demi hari hingga ia menjadi dewasa. Badannya tegap, ototnya kekar. Kumis dan cambang telah menghiasi wajahnya. Pada saat itu aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan untuk mencari pasangan hidupnya.”
Ia melanjutkan ceritanya, “Tapi sayang, ya Rasulallah, setelah ia beristri, aku tidak lagi mengenal dirinya. Senyumnya, yang selama itu menjadi pelipur duka dan kesedihanku, telah hilang, dan tawanya telah tenggelam. Aku benar-benar tidak mengenalnya lagi, karena ia telah melupakanku dan melupakan hakku.
Aku tidak mengharap sesuatu darinya, ya Rasulallah. Yang aku harapkan hanya aku ingin melihat rupanya, rindu dengan wajahnya. Ia tidak pernah menghapiriku lagi. Ia tidak pernah menanyakan halku, tidak memperhatikanku lagi. Seolah-olah aku dibuang di tempat yang jauh.
Ya Rasulallah, aku ini tidak meminta banyak darinya, dan tidak menagih kepadanya yang bukan-bukan. Yang aku pinta darinya, jadikan aku sebagai sahabat dalam kehidupannya. Jadikanlah aku sebagai pembantu di rumahnya, agar bisa juga aku bisa menatap wajahnya setiap saat. Sayangnya ia lebih mengutamakan istrinya daripada diriku dan menuruti kata-kata istrinya sehingga ia menentangku.”
Rasulallah SAW sangat terharu mendengar cerita ibu Al-Qamah. Kemudia beliau menyuruh Bilal mencari kayu bakar utuk membakar Al-Qamah hidup-hidup.
Begitu Ibu Al-Qamah mendengar perintah tersebut, ia pun berkata dengan tangisan dan suara yang terputus-putus, “Wahai Rasullullah, Tuan hendak membakar anakku di depan mataku? Bagaimana hatiku dapat menerimanya? Ya Rasulallah, walaupun usiaku sudah lanjut, punggungku bungkuk, tanganku bergetar, walaupun ia tidak pernah menghapiriku lagi, cintaku kepadanya masih seperti dulu, masih seperti lautan yang tidak pernah kering. Janganlah Tuan bakar anakku hidup-hidup.”
Rasulallah SAW bersabda “Siksa Allah itu lebih berat dan kekal. Karena itu jika engkau ingin Allah mengampuni anakmu itu, hendaklah engkau memaafkannya….”
Kemudian ibu Al-Qomah mengangkat kedua tangannya dan berdoa, “Ya Rasullullah, aku bersaksi kepada Allah, dan bersaksi kepadamu, ya Rasullullah, mereka-mereka yang hadir di sini, bahwa aku aku telah ridha kepada anakku, Al-Qamah.”
Lalu Rasulallah SAW berkata kepada Bilal RA, “Pergilah kamu, wahai Bilal, dan lihat keadaan Al-Qamah.”
Bilal pun sampai di rumah Al-Qamah, dan tiba-tiba terdengar suara Al-Qamah menyebut, “La ilaha illallah.”
Lalu Bilal masuk sambil berkata, “Wahai semua orang yang berada di sini. Ketahuilah, sesungguhnya kemarahan seorang ibu kepada anaknya bisa membuat kemarahan Allah, dan ridha seorang ibu bisa membuat keridhaan-Nya.”
Al-Qamah wafat pada waktu dan saat yang sangat baik baginya.
Lalu Rasulallah SAW segera pergi ke rumah Al-Qamah.
Para sahabat memandikan, mengkafani, dan menshalatinya, diimami oleh Rasulallah SAW.
Sesudah jenazah dikuburkan, Nabi bersabda sambil berdiri di dekat kubur, “Wahai sahabat Muhajirin dan Anshar, sesiapa mengutamakan istrinya daripada ibunya, dia akan dilaknat oleh Allah, dan semua ibadahnya tidak diterima Allah.”
Wallahu ‘alam.
(Habib Hasan Husen Assagaf)
sumber > www.sarkub.com